Kebijakan Cukai Terkait Dampak Kesehatan Terhadap Minuman Kemasan Bergula

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, dr. H. Mohamad Subuh, MPPM di sela-sela masa akhir Jabatannya sebagai Dirjen P2P yang akan dilantik oleh Menteri Kesehatan RI sebagai Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan dan akan digantikan oleh dr. Anung Sugihantono, M.Kes sebagai Dirjen P2P, pada siang nanti (19/2) di hari yang sama masih menyempatkan diri untuk membuka Pertemuan Pembahasan Kebijakan Cukai Terkait Dampak Kesehatan Terhadap Minuman Kemasan Bergula di Hotel The Park Lane Jakarta.

Dalam sambutannya, dr. Subuh mengatakan bahwa berdasarkan pada Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 dan 2013 menunjukkan bahwa penyebab kematian utama di Indonesia adalah akibat dari penyakit tidak menular.

Hasil terkini studi beban penyakit global (Global Burden of Diseases) juga menunjukkan bahwa di Indonesia  penyakit tidak menular (PTM) menempati ranking teratas DALY (Disability Adjusted Life Years) dalam waktu kurang dari tiga dekade terakhir. Data Sample Registration System (SRS 2014) menunjukan bahwa diabetes dan penyakit jantung menjadi salah satu penyebab utama kematian di Indonesia. Dampak paling nyata akibat dari penyakit tidak menular ini adalah pada pembiayaan kesehatan. BPJS Kesehatan melaporkan bahwa klaim terbesar yang dibayarkan selama empat tahun ini adalah akibat penyakit gagal ginjal, stroke, jantung dan kanker. Lebih jauh lagi, selain biaya yang dikeluarkan melalui JKN, masyarakat masih harus mengeluarkan biaya langsung dari kantong pribadi (out-of-pocket costs). Jika hal ini dibiarkan terus berlangsung maka indikator-indikator pembangunan di negara ini, seperti angka harapan hidup dan angka kemiskinan akan semakin memburuk.

WHO pada tahun 2015 telah mengeluarkan peringatan akan bahaya new toxin yaitu dampak gula pada kesehatan. Konsumsi gula berlebih berkaitan erat dengan peningkatan berat badan yang tidak sehat (obesitas). Selanjutnya obesitas dapat memicu resistensi insulin yang merupakan penyebab utama penyakit diabetes tipe 2.

“Diabetes ini lah yang menjadi pintu dari penyakit-penyakit kronis seperti gagal ginjal, stroke dan penyakit jantung. Telah banyak penelitian dan studi yang dilakukan untuk melihat dampak dari konsumsi gula berlebihan terhadap kesehatan. Hal ini yang membuat WHO mengeluarkan “Pedoman Konsumsi Gula pada Anak dan Dewasa“ yang mengatur batas konsumsi harian gula”, ujar dr. Subuh

Lebih lanjut, dr. Subuh mengatakan konsumsi gula di Indonesia sudah mulai mengkhawatirkan. Balitbangkes melaporkan bahwa pada tahun 2015 hampir 30% remaja mengonsumsi minuman bergula lebih dari satu kali per hari, dengan rata-rata kandungan gula sebanyak 30 gram per sajian. Pada kelompok penduduk dengan pengeluaran di atas Rp300.000/orang/hari, konsumsi harian gula pasir sekitar 100gram/orang/hari. Ini jauh lebih besar daripada rekomendasi Kementerian Kesehatan yaitu 50gram/orang/hari.

Kementerian Kesehatan sudah mulai mengupayakan pengendalian konsumsi gula sejak tahun 2013 dengan diterbitkannya Permenkes nomor 30, yang kemudian di perbaharui menjadi Permenkes nomor 63 tahun 2015 tentang pencantuman informasi kandungan gula, garam dan lemak serta pesan kesehatan pada pangan olahan dan siap saji.

dr. Subuh juga mengatakan Indonesia telah berkomitmen untuk mengendalikan faktor – faktor risiko penyakit tidak menular, terutama hipertensi, stroke, serangan jantung dan diabetes, dan salah satu faktor risiko yang perlu dikendalikan adalah konsumsi gula. Konsumsi gula tambahan yang ada pada makanan dan minuman berhubungan erat dengan penyakit kronis metabolik seperti diabetes tipe 2. Hal Ini mendorong dilakukannya pengendalian konsumsi minuman bergula dalam kemasan melalui pembuatan kebijakan.

Salah satu area kebijakan yang dipertimbangkan untuk dibahas pada tahun 2018 adalah cukai. Saat ini komoditas yang dikenakan cukai di Indonesia adalah tembakau dan alkohol. Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan telah memiliki keinginan bersama untuk memperluas cakupan cukai untuk komoditas lain, termasuk minuman bergula dalam kemasan. Penetapan cukai pada semua minuman bergula dalam kemasan (sugar sweetened beverages) diharapkan dapat mengontrol akses terhadap konsumsi gula berlebihan di masyarakat dan dapat mendorong pemasukan negara, ujar beliau di kesempatannya.

Di akhir sambutannya, dr. Subuh mengharapkan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan menyepakati untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka menginisiasi rekomendasi WHO terkait penetapan cukai pada minuman bergula dalam kemasan.

Kementerian Kesehatan tidak menerima suap dan/atau gratifikasi dalam bentuk apapun. Jika terdapat potensi suap atau gratifikasi silahkan laporkan melalui HALO KEMENKES 1500567 dan https://wbs.kemkes.go.id

Berita Terkait lainnya >

Posting Terbaru >