Pneumonia adalah penyakit infeksi pada paru-paru yang masih menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di dunia. Pneumonia juga merupakan penyebab dari hampir sepertiga (29%) kematian balita, dengan sekitar dua juta anak kehilangan nyawa setiap tahunnya.
Menurut data UNICEF 2019, diperkirakan 2.200 anak meninggal akibat pneumonia setiap harinya. Pada tahun 2021, data WHO menyebutkan bahwa pneumonia menyebabkan 740.180 kematian pada anak di bawah usia 5 tahun.
Merujuk pada data diatas, artinya upaya pencegahan dan pengendalian harus menjadi perhatian, sehingga peran serta lintas program dan lintas sektor terkait perlu ditingkatkan, mengingat pengendalian faktor risiko pneumonia yang meliputi ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan, pemberian imunisasi (DPT, HiB, Campak dan PCV), asap rokok, indoor and outdoor polution, kepadatan penduduk serta terkait rumah sehat (ventilasi dan pencahayaan yang cukup) melekat pada unit lain, ujar Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) dr. Yudhi Pramono, MARS saat membuka Media Briefing dalam rangka memperingati Hari Pneumonia Sedunia di Kantor Kementerian Kesehatan RI Jakarta, pada Senin (11/11/2024).
Lebih lanjut, Plt. Dirjen P2P dr. Yudhi mengatakan Indonesia berkomitmen penuh untuk mencapai target SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) ketiga, khususnya: mengakhiri kematian yang dapat dicegah pada bayi baru lahir dan anak balita hingga setidaknya 25 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Target ini juga mencakup upaya menurunkan angka kematian balita akibat pneumonia.
Pada tingkat nasional, Indonesia memiliki target ambisius untuk menanggulangi pneumonia pada tahun 2030, yaitu menurunkan angka kematian balita menjadi kurang dari 3 per 1.000 kelahiran hidup, dan mengurangi insidensi pneumonia berat pada balita sebesar 75% dibandingkan dengan insidensi tahun 2019.
“Untuk mencapai target ini, Indonesia memerlukan pendekatan yang sistematis dan komprehensif, terutama dengan menguatkan langkah Cegah-Lindungi-Obati pada masyarakat,”ungkap dr. Yudhi
Dokter spesialis anak konsultan Wahyuni Indawati dari Unit Kerja Koordinasi Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkapkan bahwa deteksi dini gejala pneumonia bisa mencegah anak dari kematian. Maka dari itu penting bagi orangtua mendapatkan edukasi yang baik tentang pnemunonia termasuk gejalanya. Jika orangtua tidak mendapatkan edukasi yang baik soal gejala pneumonia maka bisa tidak menyadari bahwa anak sudah mengalami kesulitan bernapas.
Wahyuni juga mengingatkan bila bayi atau anak sedang mengalami sakit infeksi saluran pernapasan akut seperti batuk, demam, tidak napsu makan, pilek, lemah, lesu, dan nyeri perut. Kemudian cek juga frekuensi pernapasan dan ada tidaknya tarikan dinding dada ke dalam. “Jika napas cepat dan sudah ada tarikan dinding dada ke dalam saat bernapas, segara bawa ke fasilitas kesehatan (dokter atau rumah sakit) untuk mendapatkan pemeriksaan,” kata Wahyuni.
Dikesempatan yang sama Fathiyah Isbaniah dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia mengatakan pneumonia dapat diobati apabila ditangani pada saat yang tepat. Selain itu pneumonia dapat diobati dengan pemberian antibiotik dan tindakan suportif lainnya, seperti terapi oksigen,terapi nutrisi, dan pengobatan simptomatis.
Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pneumonia, antara lain: 1) Berikan ASI eksklusif; 2) Berikan dan lengkapi imunisasi (imunisasi DPT-HB-HiB, BCG, MR, PCV, dan Influenza); 3) Pemberian nutrisi yang adekuat untuk mencegah malnutrisi; 4) Hindari paparan polusi didalam dan diluar ruangan; 5) Hindari dari orang sakit batuk pilek; 6) Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan; 7) Ventilasi rumah cukup; dan 8) Rajin mencuci tangan. (ADT)