Rakontek P2P 2019 : Kolaborasi Pusat dan Daerah dalam Penguatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menuju Cakupan Kesehatan Semesta

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI menyelenggarakan Rapat Koordinasi Teknis Program P2P atau Rakontek P2P Tahun 2019, pada 25 Februari – 1 Maret 2019 di ICE-BSD Tangerang. Rakontek ini  merupakan tindak lanjut dari Rakerkesnas 2019.

Tema yang diambil pada Rakontek tahun ini adalah “Kolaborasi Pusat dan Daerah dalam Penguatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menuju Cakupan Kesehatan Semesta”, sesuai dengan tema yang dipilih, Rakontek P2P ini dimaksudkan untuk  penguatan pencegahan dan pengendalian penyakit guna mencapai cakupan kesehatan semesta dengan penguatan sinergi  dan kolaborasi  Pusat, Daerah,  serta UPT Kemenkes bersama seluruh lapisan masyarakat, termasuk organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi dan akademisi, serta kalangan swasta dan dunia usaha. Penguatan sinergi dan kolaborasi dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian target indicator P2P dalam RPJMN dan Renstra Kemenkes tahun 2015-2019. Selain itu, langkah ini dilakukan agar pelaksanaan semua kegiatan dan pemanfaatan sumberdaya dilakukan secara efektif, efisien dan intensif guna mempercepat pencapaian tujuan Pembangunan Kesehatan.

Rakontek P2P ini diikuti oleh para peserta dari perwakilan Kementerian/Lembaga terkait, para  Direktur Rumah Sakit Jiwa, Kepala Balai Kesehatan Mata, Kepala Balai Kesehatan Paru,  Kepala B/BTKL-PP dan KKP dari seluruh Indonesia serta Kepala Bidang P2P, Yankes dan Kesmas Dinas Kesehatan Provinsi yang seluruhnya berjumlah 490 orang.

Rakontek ini merupakan ajang untuk mengevaluasi Kinerja 2018 dan tindaklanjut hasil Rakerkesnas 2019. Adapun berbagai agenda yang dibahas, Kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, dr. Anung Sugihantono, M.Kes dalam laporannya pada pembukaan Rakontek P2P, Selasa malam (26/2) antara lain : 1)  Evaluasi Kegiatan  2018; 2) Percepatan Pencapaian Target 2019; 3) Perencanaan Kegiatan 2020; 4) Upaya terobosan untuk percepatan pencapaian target Program P2P; 5)  Pelaksanaan SPM Bidang Kesehatan Program P2P; 6) Kebijakan dan operasionalisasi Anggaran Dekon serta DAK bidang kesehatan, serta; 7) penyediaan sarana-prasarana untuk mendukung pelaksanaan Program P2P. Selain itu,  diadakan pula sesi tentang lessons learned program P2P oleh Dinas Kesehatan dan UPT, dan beberapa side event untuk membahas isu-isu P2P strategis dan aktual.

Selain itu, Kata dr. Anung ada pula berbagai upaya yang telah dilakukan Ditjen P2P untuk peningkatan kinerja penganggaran di tahun 2019, antara lain : 1) Pembahasan/ Desk  Rencana Operasional Kegiatan setiap satker Ditjen P2P. Pembahasan ROK ini telah kami laksanakan  sejak Januari sd. 22 Februari 2019,  Dari 99 satker Ditjen P2P, telah dilakukan pembahasan ROK sebanyak 93 satker (93,9 %). Masih 6 Satker di wilayah Papua dan Papua Barat yang belum dilakukan pembahasan ROK tersebut; 2) Percepatan pengadaan barang dan jasa, untuk mekanisme  ekataloq, diselesaikan sampai Maret 2019, dan untuk pengadaan barang dan jasa melalui mekanisme lain harus diselesaikan sebelum Juni 2019. Kami laporkan bahwa dari 173 paket pengadaan yang ada di Ditjen P2P, sudah selesai kontrak 4 paket pengadaan, dan sudah tayang di LPSE untuk lelang umum sejumlah 32 paket, serta belum berproses sebanyak 137 paket.

Lebih lanjut dr. Anung menjelaskan terkait situasi penyakit menular di Indonesia, bahwasannya pada Tahun 2018, dilaporkan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) Leptospirosis di Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Utara dengan  5 kasus dan 2 di antaranya meninggal dunia. selain itu, dilaporkan juga sebanyak 932 kasus Difteri, dengan kematian sebanyak 33 kasus (CFR: 3,51%) di 179 kabupaten /kota yang terletak di  29 provinsi. Kematian Difteri tahun 2018  terbanyak dilaporkan di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan pada tahun 2019 dilaporkan  sebanyak 31 kasus Difteri   dengan 3 kematian  (CFR: 9,7%) dari  22 kabupaten/kota yang berada di  9 provinsi. Kematian Difteri tahun 2019 dilaporkan  terjadi di provinsi Jawa Barat,  yaitu di Kota Bekasi, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten  Bogor.

Penyakit Campak, Kata dr. Anung dewasa ini sebagian besar wilayah Indonesia masih merupakan daerah berisiko untuk transmisi Campak. Secara nasional, pada tahun 2018 dilaporkan sebanyak 74 KLB suspek Campak di 23 provinsi. Hasil konfirmasi laboratorium menunjukkan  bahwa dari 74  KLB suspek Campak tersebut, ternyata  24  KLB di antaranya  adalah KLB Campak dan 32  di antaranya adalah KLB Rubella. berbagai upaya sudah dilakukan diantarnya dengan melakukan  Imunisasi dasar lengkap dengan cakupan 82 % dan kampanye MR dengan jumlah anak yang mendapat imunisasi sebanyak 58 juta (87,3%).

Lanjut dr. Anung, Penykit Menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yaitu Malaria,jumlah cakupan penduduk yang terhindar oleh risiko penularan Malaria sebanyak 196.452.431 Penduduk atau  sebesar 87 %, di 285 Kab/ Kota. Kasus kematian akibat Rabies menurun, di tahun 2015 dari 118 kasus, menjadi 86 kasus di tahun 2018. Sedangkan Penyakit Filariasis, 38 Kabupaten/Kota yang mencapai eliminasi, sementara dari 236 Kab/Kota endemis filariasis,  105 Kab/Kota telah selesai melakukan POPM, sementara 131 Kabupaten/Kota dalam proses melaksanakan POPM.

HIV,  dari 2.135. 365 penduduk yang dites, 314.143 yang positif, 212.240 yang mulai minum obat dan  sebanyak 134.344 orang yang sudah mendapatkan ART. Sedangkan TB, terdapat 1.508.864 kasus TB yang diobati sejak tahun 2015, dengan angka keberhasilan pengobatan sebesar 86 % dan penyakit Kusta, Angka prevalensi Kusta sebesar 0,70 per 10.000 penduduk, di tahun 2018 terdapat 24 Provinsi yang sudah eliminasi Kusta.

Untuk Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kata dr. Anung di tahun 2018 dari 81.403 desa/kelurahan, desa/kelurahan dengan posbindu sebanyak  35.749 (43,9%). Sementara untuk implementasi kawasan tanpa rokok, target di tahun 2019 sebesar 50 %, tahun 2018 telah mencapai 42,6 % atau sebanyak 219 kab/kota.

“Terkait situasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019, kami juga menyampaikan bahwa kami berhasil mendeteksi 5.258 Sinyal dugaan KLB sepajang minggu 1-8 tahun 2019, 4.709 diantar bisa direspon kurang dari 24 jam. jenis KLB diantaranya  Antraks, Campak, DBD, Hepatitis, Keracunan Pangan, Leptospirosis, Malaria, Pertusis, Rabies, Suspek Difteri, suspek Pertusis dan Suspek Tetanus Neonatorum”, ujar dr. Anung dalam laporannya kepada Menkes

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K) dalam sambutannya saat membuka Rakontek P2P mengatakan bahwa Cakupan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage/UHC) menjamin seluruh masyarakat mempunyai akses untuk kebutuhan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang berkualitas dan efektif.

Lanjut Menkes, 3 Outcomes Target Cakupan Kesehatan Semesta, yaitu : 1) Penyempurnaan akses terhadap pelayanan kesehatan esensial (essential health services) yang berkualitas; 2) Pengurangan jumlah orang menderita kesulitan keuangan untuk kesehatan; 3) Penyempurnaan akses terhadap obat-obatan, vaksin, diagnostik, dan alat kesehatan essensial pada pelayanan kesehatan primer (primary health care).

“Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer (Primary Health Care) adalah dengan memperkuat sistem kesehatan, promotif dan preventif, serta pelayanan kesehatan semesta untuk mencapai SDGs, sebagai upaya mencapai masyarakat sejahtera di seluruh tingkatan usia”, ujar Menkes

Selain itu, Kata Menkes ada beberapa hal yang memerlukan perhatian dan langkah nyata untuk Pelayanan Kesehatan Primer, antara lain yaitu penguatan peran dan kapasitas kader kesehatan, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan primer, penggunaan teknologi digital, peningkatan peran swasta, pelayanan di daerah terpencil dan kepulauan, peran Pelayanan Kesehatan Primer dalam prevent, detect, dan response, serta strategic purchasing.

Menkes juga menjelaskan dalam sambutannya terkait Strategi Penentuan Prioritas Berdasarkan Beban Penyakit. Dimana Penetapan prioritas pada PTM (70 % Beban Penyakit adalah akibat PTM), untuk itu Menkes mengatakan langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah 1) meningkatkan alokasi anggaran Program Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), khususnya terkait penanggulangan faktor risiko (metabolik, perilaku, lingkungan); 2) program PTM diprioritaskan pada promotif dan preventif, terutama untuk pencegahan faktor risiko diet dan tekanan darah tinggi; 3) prioritas di daerah dengan DALYs PTM tertinggi dan ; 4) target Indikator Renstra PTM perlu dilengkapi untuk pengendalian faktor risiko, terutama hipertensi, kadar gula puasa.

Sedangkan penguatan program – program untuk menurunkan faktor risikonya, Menkes mengatakan yang perlu dilakukan adalah penguatan Germas, Perluasan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Penguatan skrining (SPM, PIS-PK), edukasi di tingkat keluarga, penguatan Posbindu (mulai umur 10 tahun/ Remaja), regulasi pengendalian faktor risiko (Gula, Garam, Lemak), dan penguatan Survailans PTM.

Di akhir sambutannya Menkes berharap untuk seluruh jajaran baik di Pusat, Daerah dan Lintas Sektor terkait diharapkan dengan dilaksanakannya Rakontek P2P ini dapat meningkatkan cakupan dan kualitas pelaksanaan program serta upaya peningkatan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan sehingga penghapusan status Indonesia sebagai negara dengan fokus penyakit Pes dapat diwujudkan segera, KLB Reduksi, Kusta, Filariasis dan Schistosomiasis Eliminasi dan Frambusia Eridkasi.

Selain itu, kata Menkes seluruh jajaran terkait dapat : 1) Mewujudkan pembangunan berwawasan kesehatan melalui pelaksanaan kebijakan oleh semua sektor (Health-in-all-Policies); 2) Memperkuat komitmen Pusat dan Daerah terhadap pelayanan kesehatan primer dan pemenuhan cakupan kesehatan semesta, termasuk pelaksanaan SPM; 3) Meningkatkan upaya pembiayaan kesehatan yang efisien dan efektif di Pusat dan Daerah, serta pengarusutamaan alokasi sumber daya untuk pelayanan primer dan fungsi – fungsi kesehatan masyarakat yang esensial; 4) Melakukan pemenuhan dan pemerataan tenaga kesehatan yang profesional; 5) Melakukan peningkatan investasi pada inovasi produk kesehatan dan penelitian serta pengembangan kesehatan yang relevan; 6) Melakukan peningkatan penggunaan teknologi yang tepat untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan.

Kementerian Kesehatan tidak menerima suap dan/atau gratifikasi dalam bentuk apapun. Jika terdapat potensi suap atau gratifikasi silahkan laporkan melalui HALO KEMENKES 1500567 dan https://wbs.kemkes.go.id

Berita Terkait lainnya >

Posting Terbaru >