Bali (2/5), Bertempat di Cortyard Hotel Nusa Dua Bali Pertemuan Koordinasi Nasional Laboratory Genomic Sequencing Network dan The Biomedical Genome Science Initiative (BGSI) di gelar. Pertemuan yang di hadiri secara daring oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dr. dr Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS ini dalam sambutannya menegaskan bahwa Berdasarkan arahan Menteri Kesehatan, pemanfaatan Whole Genome Sequencing (WGS) selain untuk penyelenggaraan surveilans genom Virus SARS-CoV-2, kedepannya juga dapat digunakan untuk: (1) surveillans penyakit menular berbasis genom seperti pada tuberkulosis, HIV/AIDS, arbovirosis dan penyakit menular lainnya, (2) inisiatif pengembangan bioteknologi, dan (3) mendukung penelitian kesehatan yang dapat memberikan manfaat dalam peningkatan layanan kesehatan masyarakat. Di samping itu, saat ini Pemerintah sedang menyusun Peta Jalan Implementasi Teknologi Sekuencing untuk Pemeriksaan TBC di Indonesia. Dokumen ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan untuk pengambilan kebijakan pemanfaatan teknologi sequencing dalam program nasional penanggulangan TBC. ”Semoga peningkatan kapasitas genomic sequencing ini dapat dilakukan sesuai dengan arahan Menteri Kesehatan untuk mendukung transformasi kesehatan Indonesia, menciptakan kesempatan kolaborasi antar instansi dan antar daerah dalam hal penelitan dan pengembangan untuk menjawab permasalahan kesehatan di masyarkat kesehatan” Harap Dirjen P2P

Dalam kesempatan yang sama Assistant Resident Representative/HEAD of DGPRU UNDP Indonesia Siprianus Bate Soro mengatakan mengenal Sequencing teknologi dari NETFLIX TV series PASSANGER, dimana pesawat dan penumpang melewati Lorong waktu dan mengalami hibernasi di udara sehingga mendarat satu dekade setelah keberangkatan dimana penumpang menjadi memiliki kemampuan melihat masa depan, melalui whole genome sequencing diketahui semua penumpang memiliki perubahan terhadap gen marker yang sama, dan bagaimana penggunaan teknologi sequencing ini kemudian digunakan juga untuk perbaikan gen dan pengobatan efek samping. Bersama kementerian Kesehatan, UNDP melalui pendanan Global FUND, “kami merasa terhormat dapat menjadi bagian dari inisiatif ini. Membawa alat2 sequencing ke Indonesia dengan lebih cost effective dibanding pengadaan di dalam negeri”. Ujar Bapak Siprianus dalam pengantarnya melalui zoom. Sebelumnya teknologi sequencing sangatlah mahal, dan barangkali masih tertanam di mind set kita. Namun saat ini saat ini satuan harga untuk melakukan Human genome sequencing sudah sangat menurun, di tahun 2007 estimasi biaya satuan sekitar USD 1 juta, menurun menjadi $1000 di tahun 2014, and saat ini diperkirakan hanya sekitar $300 – 600.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dr. Imran Pambudi, MPHM dalam laporannya menyampaikan bahwa Alat WGS yang sudah di datangkan dan digunakan dengan optimal di berbagai Labroratorium dan Rumah sakit. “Mudah-mudahan dalam pertemuan ini peserta bisa bertukar informasi dan pengalaman dalam penggunaanya, karena kemungkinan akan ada 12 site baru yang akan menerima alat ini”. Ujar dr. Imran
Salah satu bukti komitmen Kementerian Kesehatan RI dalam mendukung peningkatan kapasitas bioteknologi nasional dan layanan kesehatan masyarakat adalah dengan mengintegrasikan program surveilans TB dengan program Biomedical and Genome Science Initiative (Hub Infectious Disease-TB). Program Hub Infectious Disease-TB ini merupakan kolaborasi BGSi, RSPI SS, RS Persahabatan, BKPK serta jejaring laboratorium sekuensing Indonesia. Dalam pengendalian penyakit menular, khususnya program nasional penanggulangan TBC di Indonesia, teknologi genomic sequencing mulai digunakan untuk analisa pola resistensi pengobatan TBC pada kasus baru dan kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya pada Drug Resistance Surveillance (DRS) tahun 2019. Terdapat dua laboratorium yang terlibat dalam kegiatan DRS tersebut, yaitu laboratorium FKUI dan laboratorium Litbangkes. (SSH & GTM)